Bunga Gardenia Putih

https://pxhere.com/id/photo/1395061

Sejak berumur 12 tahun, aku selalu mendapatkan buket bunga gardenia putih di hari ulang tahunku. Anehnya, bunga itu tidak pernah membawa serta pengirimnya. Hingga tidak lama setelahnya aku mulai menyerah dan memilih untuk menikmati keindahannya daripada mencari tahu siapa gerangan pengirimnya.

Meski begitu, aku masih sering berimajinasi tentang siapa kira-kira yang mengirimkannya. Apakah mungkin dia adalah anak laki-laki yang pernah aku sakiti hatinya, atau seorang pemuja rahasia yang diam-diam mengagumiku dari balik pepohonan rimbun. Aku masih tetap tidak tahu.

Ibuku malah lebih ekstrem lagi. Dia seringkali menambah-nambahi imajinasiku dengan mengatakan bahwa mungkin saja buket itu berasal dari orang-orang yang pernah kutolong. Pemuda baik hati yang tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikku. Dia memang begitu, sosok ibu yang menginginkan anaknya memiliki kepercayaan bahwa ia mendapatkan perhatian layak dari orang-orang disekitarnya. Dia tidak ingin aku memandang rendah diriku sendiri. Tapi ibu mana yang tidak begitu?

Setiap luka yang kupunya berhasil “diperbannya” dengan kasih sayang. Seperti saat aku mengalami patah hati, aku terbangun dengan meja rias bertuliskan “Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, bila yang setengah dewa pergi, dewa-dewa pun datang.” Dan dia tahu lukaku sudah sembuh saat aku mencari-cari cairan pembersih kaca untuk membersihkannya.

Tapi ada saatnya dia tak mampu menyembuhkan luka batinku. Saat itu adalah hari wisuda SMA-ku. Bukannya tersenyum bangga dengan tangan diapit kedua orang tuaku saat sesi foto bersama, aku justru harus menerima kenyataan bahwa ayahku meninggal dunia tepat sebelum wisudaku berlangsung. Dia terkena serangan jantung mendadak. Dan hari-hari berikutnya benar-benar terasa kelabu.

Aku bahkan tidak berniat sama sekali untuk mendatangi pesta prom sekolah. Hal yang paling kutunggu-tunggu sejak beberapa bulan lalu. Tapi tidak dengan ibuku. Ditengah kesendiriannya melawan rasa sedih karena kehilangan ayahku, dia tetap menjadi penyemangat nomer satuku. Dipersiapkannya gaun cantik yang bahkan anak-anak lain pasti akan membayar berkali lipat untuk memakainya.

Begitulah hari demi hari, tahun demi tahu berganti, dan dia tetaplah menjadi obatku yang paling manjur. Sementara itu, bunga gardenia putih yang kudapat semenjak aku berumur 12 tahun tidak pernah absen datang di hari ulang tahunku. Bahkan bertahun-tahun setelah aku berumah tangga dan memiliki anak.

Kini setelah ibuku meninggal, kiriman bunga gardenia putih yang selama ini kuterima tidak lagi datang.

Marsha Arons

(Diadaptasi dari Chicken Soup for the Woman’s Soul-Jack Canfield, dengan judul yang sama)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.