Dengar saya

SI asked 4 years ago . Client detail : female, 19-24 y.o

Saya memiliki masalah dengan masa kecil saya. Yang membuat saya memiliki pondasi mental yg rusak, keropos, dan lemah.
Saya di besarkan dengan sangat baik sebelum saya berumur 7 tahun. Saya di beri cinta yg begitu banyak, karena sebelum memiliki saya, mereka sudah mempunyai seorang putra tapi meninggal dunia. Ayah saya mencintai saya sebagai putri kecil manja, begitu pula dengan mamah.
Mereka selalu menuruti apa yg selalu saya pinta, mainan, uang, makan, pakaian, begitu banyak. Ayah saya pun selalu menceritakan cerita pengantar tidur setiap harinya. Surga, surga impian semua anak.
Tapi entah di umur berapa, semua itu rusak. Saya di tampar kenyataan untuk bangun dari mimpi indah itu. Ayah yg saya cintai, berselingkuh saat bekerja di luar kota. Mamah murka, mereka mulai bertengkar. Teriakan, umpatan, muka marah, tangan.
Saya yg entah berumur berapa saat itu, hanya bersembunyi dan menangis dalam diam. Karena saya takut, saya takut ayah mulai memarahi seperti yg dia lakukan kepada mamah. Kemudian mamah mulai pulang ke rumah orang tuanya. Meninggalkan saya dengan ayah. Saya yg saat itu memohon dia untuk tinggal tidak di gubris.
Setelah beberapa waktu yg saya tidak ingat dimana rumah tangga ayah dan mamah di ambang runtuh, mereka kembali bersama atas saran dari seorang tetua. Saya pikir saya kembali memiliki harapan tetapi nyatanya tidak. Ayah berubah, wataknya menjadi pemarah dan wajahnya selalu keras. Beberapa bulan kemudian saya di beritahu bahwa saya akan memiliki adik. Saya yg psikisnya terguncang tersisihkan.
Sejak saat di mulai konflik itu, saya seperti tersadar. Di umur saya yg 8, saya mulai tidak percaya orang lain. Disekolah saya mulai menyendiri di belakang sekolah, karena saya merasa bahwa saya di manfaatkan oleh teman-teman saya.
Saya tidak benar-benar memiliki teman hingga kelas 2 SMP. Saya tidak mempercayai orang lain. Setiap hari, di istirahat, saya hanya akan pergi ke belakang sekolah, tempat apotek hidup, atau hanya diam di kelas.
Kemudian saya sadar bahwa saya memiliki psikis yg rapuh dan cacat. Seperti saat ayah saya berkata kepada orang lain tentang prestasi saya. Di jiwa saya seakan tertanam bahwa saya harus sempurna dimata orang lain, karena saya takut ayah marah atau memukul saya. Tetapi saya bahkan tidak bisa sempurna karena saya memiliki disleksia. Saya terkadang kesulitan membaca, berbicara, menulis. Yang membuat saya memarahi diri saya sendiri karena bodoh.
Saya kemudian menjadi anak baik karena takut ayah marah atau mamah meninggalkan saya. Saya ketakutan, sehingga saya mencekik semua yg saya rasakan di tenggorokan saya. Tidak membiarkannya keluar.
Seperti bola salju, semua perasaan tertekan di dada dan tenggorokan saya semakin besar hingga saya merasa tercekik.
Saat mood yg ‘normal’ saya akan merasakan mati rasa dan acuh tak acuh. Saat mood saya mulai abnormal saya akan mulai merasakan seperti mengambang, tenggelam, atau bahkan saya merasa seperti saya sedang berada di ruangan kosong sendiri.
Saat keadaan tenggelam saat merasakan tercekik di leher dan terhimpit di dada, membuat saya kesulitan bernapas. Tubuh saya mulai mendingin dan tangan saya gemetaran.
Saat keadaan mengambang dimulai saya merasa tidak nyata, saya merasa terpisah dari dunia saat ini. Saya mulai melamun. Berkhayal tentang berjalan-jalan di sebuah kota sendirian, dan saya adalah individu yg tidak memiliki siapapun, sebatang kara. Atau tentang saya menikah dengan seorang pria baik dan hidup bahagia.
Kemudian beberapa waktu ini saya sadar. Bahwasanya saya kecil, tetap berada di dalam diri saya.
Kenapa saya selalu merasa tidak nyata terhadap dunia saat ini. Karena saat dalam keadaan itu sebagian besar kesadaran yg saya memiliki adalah saya berumur di 5-7 tahun.
Kenapa saya sering berkhayal, karena itu adalahah impian saya.
Pilihan yg saya ambil terkadang juga bertentangan. Seperti saat ingin melukai diri sendiri, tetapi diri saya yg lain takut untuk terluka. Tetapi nyatanya saat luka itu terbentuk saya akan menjadi acuh tak acuh terhadapnya. Seperti yg ketakutan itu kalah dan kembali meringkuk diam, atau sebaliknya.
Saya merasa saya memiliki dua kepribadian yg bertentangan di dalam diri saya.
Saya juga sampai saat ini menghindari ayah saya seperti wabah. Selain takut, saya juga mulai merasakan kebencian. Semua yg berasal dari dirinya membuat saya gampang marah atau jijik. Seperti gertakan giginya saat tidur, membuat saya terganggu atau marah saat mendengar decitan.
Dan beberapa hal lainnya. Saat ingin mengungkapkan beberapa lainnya tapi perasaan saya mulai mati rasa kembali dan saya bingung harus mengetikkan apa.
Saya beberapa waktu ini bertanya-tanya perlukah saya ke psikiater? Atau hanya perlu ke psikolog saja?

1 Answers
Arinal Nurkhoirunnisa Staff answered 2 months ago

Hai, kami berterima kasih atas keberanian kamu menceritakan kondisi kamu selama ini. Saya bisa merasakan betapa berat perjalanan yang kamu lalui.
Dari kondisi yang kamu ceritakan, saya berharap kamu menyadari bahwa apa yang kamu rasakan saat ini adalah respons alami terhadap pengalaman masa kecil yang penuh tekanan dan trauma.
Pengalaman kamu menunjukkan adanya trauma masa kecil yang berkelanjutan, terutama dalam hubungan dengan keluarga inti. Trauma ini menciptakan luka emosional yang memengaruhi bagaimana kamu melihat diri sendiri, dunia, dan hubungan dengan orang lain.
Gejala seperti mati rasa, perasaan tercekik, hingga melamun dan berkhayal adalah mekanisme perlindungan psikologis yang membantu kamu menghadapi situasi sulit.
Merupakan tanda yang baik ketika kamu juga telah menyadari keberadaan “anak kecil” dalam diri kamu yang terluka, yang membutuhkan perhatian, cinta, dan rasa aman. Inner child ini memengaruhi banyak aspek emosi dan pilihan kamu saat ini. Dengan menyadari keberadaannya, kamu telah mengambil langkah pertama untuk memahami diri sendiri lebih dalam.
Selanjutnya, adanya konflik antara orang tua kamu, perubahan sikap ayah, serta perasaan terabaikan saat adik lahir telah membentuk pola pikir bahwa kamu tidak cukup berharga atau layak dicintai tanpa syarat. Keyakinan ini tidak hanya menciptakan tekanan untuk menjadi “sempurna,” tetapi juga memicu perasaan takut dan kebencian yang mendalam.
Sebagai langkah awal, kami sarankan kamu menemui psikolog untuk membantu kamu dalam memahami dan mengatasi pikiran serta emosi yang membebani.
Terakhir, kami menyarankan kamu untuk menemui orang-orang yang dapat kamu percaya, baik itu teman, keluarga, atau komunitas yang dapat mendukung kamu untuk tetap bermanfaat bagi sekitar. Sehingga kamu tidak merasa sendirian.
Doa tulus kami semoga kamu sehat selalu dan diberi kemampuan untuk melalui kondisi ini dengan hati yang damai.
Tim Tanya Konselor