Aku kira aku sudah sembuh, ternyata ketika terasa lagi, sakitnya masih sama, lukanya masih terbuka.

Tanya KonselorCategory: PsikologiAku kira aku sudah sembuh, ternyata ketika terasa lagi, sakitnya masih sama, lukanya masih terbuka.
Hana Soraya asked 5 months ago . Client detail : female, 19-24 y.o

Aku, penyintas skizofrenia sejak masih 14 tahun, dampak dari rundungan teman sendiri yang membuatku merasa tidak berharga. Rundungan itu terjadi karena aku jelek, yang berdampak pada aku yang akhirnya terdoktrin dan selalu berpikir bahwa aku jelek, aku tak pernah cukup, penampilan, wajah, fisik jelekku membuatku tak pantas dicintai. Aku adalah seorang gadis tanpa cacat fisik, tubuhku sempurna sebagaimana manusia lain, aku tahu tak ada yang salah dari diriku, namun aku telah terdoktrin bahwa aku jelek, aku tak pantas, sejak kecil aku selalu tergabung dan dikelompokkan sebagai kelompok anak perempuan yang tidak cantik, wajahku tak enak dipandang. Meski menjadi anak yang tidak cantik, dewi fortuna selalu memberiku teman-teman tercantik, saat masih sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, siswi tercantik di sekolah selalu ingin berteman denganku. Itu sedikit menghiburku, meski aku jelek, orang cantik berteman denganku. Namun, itu menjadi bencana ketika aku tersadar bahwa aku hidup dalam bayang-bayang teman cantikku. Kejadian yang sakitnya jelas kuingat, saat masih SMA, ketika aku berjalan dengan temanku, semua orang menyapaku dengan ramah tamah, lain halnya ketika aku sendirian, tak ada yang menolehkan pandangannya padaku. Para teman pria mendekatiku, untuk mendekati teman cantikku. Ketika temanku tidak ada, mereka bertanya dimana kehadirannya dan hanya peduli dengan kehadiran si cantik saja meski ada aku didepan mereka. Suara-suara mulai hadir secara rutin, mengatakan kepada diriku “tidak ada yang peduli padamu karena kau tidak cantik. padahal kau adalah kau, tapi mereka tidak ingin mengobrol tentang kau bersama kau, yang mereka cari hanyalah dia, karena dia cantik dan engkau tidak.” Aku marah. Marah kepada suara itu. Tapi aku sendiri tak tahu apa yang harus ku lakukan karena aku tak tahu bagaimana cara menghentikan suara itu. Aku inginjadi cantik, ku pikir, menjadi cantik akan menyeesaikan semua masalahku dan aku berharap dengan menjadi cantik suara-suara yang membenciku dan yang aku benci itu akan berhenti datang. Kini aku tumbuh menjadi orang yang terobsesi dengan penampilan, mandi, merawat tubuh, berdandan dan melakukan apapun agar aku tidak jelek, karena aku ingin merasa pantas dan cukup, aku mau jadi cantik. Suara-suara yang tak dapat ku kendalikan muncul dari kepalaku, satu persatu menyerangku “tak pernah cukup” “masih belum pantas” “memangnya kau pikir kau sudah cantik?” “masih banyak yang lebih cantik darimu” “tak akan pantas” kalimat kalimat yang muncul sendiri entah darimana asalnya. Sekuat apapun aku berperang dengan self love sebagai amunisi, suara-suara itu terkadang muncul lebih kuat dan terdengar jelas daripada apa yang dapat dibayangkan olehmu. Aku menyerah pada tahun lalu, hampir melakukan percobaan bunuh diri karena aku tak sanggup menjalani kehidupan yang tak aku syukuri. Namun aku sangat menyayangi diriku, aku tak pernah ingin mati, aku hanya ingin merasa pantas seperti orang-orang lain, aku ini sebenarnya sangat menyayangi aku. Aku pergi ke psikolog, berharap akan mendapatkan bantuan yang baik, namun aku tak mengerti bagaimana cara menjelaskan kepadanya, bagaimana? pada akhirnya aku hanya melantur dan mengiyakan semua yang dokter itu katakan meskipun masih banyak beban yang belum aku keluarkan. Aku mulai membaik sejak obat diberikan, bila suara-suara itu muncul, obat-obatan itu ku gunakan untuk memerangi mereka, membiarkan diriku tak mendengar suara dari dalam, meredamnya dengan perasaan kosong yang harus ku bayar akibat obat itu. Satu tahun ku jalani dengan obat dan terus berusaha sembuh, pada akhirnya aku memutuskan untuk memulai 2024 dengan mendiagnosa diri sendiri bahwa aku sudah sepenuhnya pulih, aku tak lagi datang ke psikolog, aku tak lagi minum obat-obatan, suara-suara itu tak lagi pernah datang, aku baik-baik saja, setidaknya itu yang selalu ku pikirkan. Aku kemudian membiarkan diriku sendiri merasa cantik, merasa baik, merasa pantas, aku berusaha keras tersenyum dan membiarkan dunia tahu bahwa aku adalah orang yang pantas. Ku rasa dunia dan bahkan aku sendiri sudah tertipu olehku. Tak satu pun tahu lemahku, sedihku, suara suara ini, maupun hal yang terus mengganggu. Aku semakin berani menganggap aku sudah sembuh, menjalani hidup sebagai orang sembuh, berusaha menguatkan orang-orang dan menawarkan diri sebagai tempat sandaran, sok kuat, sok hebat, aku tak membiarkan orang-orang tahu bahwa aku pernah sakit, bahwa aku masih lemah, bahwa aku masihlah manusia, aku tak ingin orang tahu itu. Karena aku ingin menjadi “pantas” dan diterima. Jika aku lemah, apakah aku akan pantas? meski berat, aku terus-terusan sok kuat, tak bersandar pada siapapun dan mempersilakan seisi dunia untuk membebaniku dengan masalah mereka. Meski sudah kuat dan cantik, ada gadis yang lebih mengagumkan, dia betulan kuat dan betulan cantik, bukan cantik yang dibuat buat cantik palsu sepertiku, dia terlahir cantik, dan dia menjadi temanku, lagi-lagi aku hidup dalam bayang-bayang si cantik. Luka yang masih berbekas itu terbuka lagi, kejadian yang sama terulang lagi, orang-orang menyukai si cantik ini, dan sama sekali tak melihatku yang tertutup dalam bayangannya. Bahkan orang yang memberikan sepercik perasaan senang yang indah untukku, ternyata tak memandangku, bukan aku orangnya, cantiklah yang masuk dalam pandangannya, bukan aku, tak pernah aku. Pertahanan dan kepura-puraanku yang selama ini runtuh, ternyata aku masih tak pantas untuk dicintai, ternyata aku masih belum pantas, ternyata aku tak akan pernah cukup, tak akan pernah dan tak akan bisa. Aku kalah dan menyerah, suara-suara itu senang, mereka kembali datang menyerang, menggerogoti raga dan jiwaku yang melemah, memakan kekuatanku yang kuisi dengan afirmasi positif, selflove, dan usaha untuk mencintai diri sendiri, kekuatanku menipis, aku tak lagi berdaya, sedih sekali, sedih sekali, suara-suara itu membuatku sedih lagi. Namun aku takut dunia tahu, aku selama ini sudah bekerja begitu keras agar dunia tahu bahwa aku pantas, jika aku terlihat lemah begini, dunia akan tahu posisiku yang tidak pantas ini. Aku masih belum berhenti menangis sejak kemarin, aku hanya ingin suara-suara ini berhi datang, aku hanya ingin menjadi pantas.

1 Answers
Best Answer
Anggita Pramusita Staff answered 2 weeks ago

Hai kak, terima kasih ya sudah mau berbagi cerita dengan kami. Aku tau, pasti nggak mudah untuk membuka diri dan bercerita tentang hal yang begitu traumatis bagi kakak. Jadi aku sangat mengapresiasi setiap usaha yang udah kakak lakukan untuk bertahan karena itu menunjukkan bahwa kakak memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa <3
Dari cerita kakak, aku melihat betapa keras kakak udah berjuang menjadi versi terbaik diri kakak dengan melawan suara-suara dalam kepala dan luka dari masa lalu. Aku juga melihat kakak udah berusaha menyayangi diri sendiri meskipun sering merasa tidak cukup. Perlu kakak tau, rasa cinta terhadap diri sendiri itulah yang selama ini menjadi kekuatan kakak untuk bertahan meski rasanya sangat berat.
Kak, kalau boleh aku bilang, kecantikan seseorang tidak akan pernah bisa didefinisikan dari standar luar. Kakak adalah seorang yang unik dengan kecantikannya sendiri baik secara fisik, hati maupun jiwa. Sayangnya, dunia memang sering memaksakan standar kecantikan yang membuat kakak merasa tidak cukup. Tapi perlu kakak ketahui, tidak apa apa kalau kakak merasa sedih. Perasaan yang kakak alami sangatlah valid. Tidak apa-apa untuk mengakui bahwa kakak butuh tempat untuk bersandar. Hal itu bukan berarti kakak lemah. Menjadi orang yang kuat bukan berarti tidak pernah merasa lemah. Justru mengakui bahwa diri kita butuh bantuan adalah suatu langkah menjadi kuat dan menunjukkan bahwa kakak sedang berusaha memahami dan menyembuhkan diri sendiri.
Aku tau pasti sulit ya kak rasanya ingin terlihat “pantas” di mata semua orang. Tapi kalau boleh aku bilang, kakak tidak perlu kok membuktikan apapun kepada siapapun. Nilai diri kakak tidak ditentukan oleh orang lain, tetapi bagaimana kakak memandang diri kakak sendiri. Kalau boleh, aku mau menyarankan beberapa hal yang mungkin bisa membantu kakak:

  1. Mencari tempat bersandar dan dukungan dari orang-orang yang kakak percaya dan memberikan rasa aman
  2. Meneruskan kembali konsul dengan psikolog/psikiater
  3. Berlatih menerima diri secara perlahan: kakak mungkin bisa menulis jurnal dan mencatat hal2 yang disyukuri tentang diri kakak setiap harinya.
  4. Menerima perasaan sedih, lemah, dan tidak berdaya: Tidak apa apa terlihat lemah, menerima perasaan-perasaan tersebut justru menunjukkan bahwa diri kakak kuat kok :))

Kakak harus ingat, kakak nggak sendiri di dunia ini. Ada banyak orang di sekitar kakak yang peduli dan siap mendukung kakak. Kakak pantas untuk merasa bahagia, dicintai dan diterima bukan semata-mata karena “cantik” atau standar tertentu, tapi karena kakak adalah diri kakak yang tulus dan jujur apa adanya. Kakak udah mencoba bertahan sejauh ini dan aku mau kakak sekali lagi bangkit agar bisa menerima semua cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekitar kakak. Aku percaya kakak memiliki kekuatan untuk melanjutkan perjuangan kakak. Aku berharap kakak bisa segera menemukan keindahan diri kakak yang mungkin belum kakak sadari. Semangat selalu kak <3 Kami akan selalu mendukungmu <3
-Tim Tanya Konselor-